RSS
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

MBA


As i promised before... a long one chapter *maybe?*
please, enjoy! ^^ don't forget to comment, i'll appreciate it <33



9




       Kantor telah sepi malam itu. Semua pegawai, termasuk pegawai yang lembur, telah kembali ke rumah masing-masing. Park Yoochun melirik arloji gucci  miliknya, sudah nyaris jam setengah satu pagi. Seharusnya saat ini dia sudah berada di atas tempat tidur empuknya, bermimpi atau terlelap karena lelah. Namun, seperti halnya tak nafsu makan, Yoochun tak bernafsu untuk pulang. Ada sesuatu yang mengganggunya. Sesuatu yang memiliki rasa De ja Vu. Dan hatinya berkata bahwa sesuatu itu penting baginya. Tapi, apa?!, pikirnya frustasi. Lalu, tak sengaja dia memandang sebuah laci lemari arsipnya. Laci itu mengingatkannya dengan laci di bawah lemari bajunya. Laci yang tak bisa terbuka. Terkunci. Yang bahkan orang satu rumah tak tahu isi laci itu. Sebuah laci yang sekarang membuatnya penasaran setengah mati. Laci yang tak berkunci.


___ ___ ___


          Sudah sejak pagi tadi wajah NamJa terus-menerus cemberut, mengetahui fakta bahwa Lee JunHo—saudara kembarnya—menyukai Park YeoJin—sahabatnya—sejak dua tahun yang lalu. Dua tahun! Dan semalam, JunHo telah benar-benar mendeklarasikan cintanya, juga sayangnya, ke YeoJin. Namun, jawaban dari bibir YeoJin masih belum keluar. Sahabatnya itu masih akan memikirkan hal ini.
”NamJa~, jangan sedih lagi...” aku berusaha menghiburnya dari tadi, tapi masih nihil.
”Sudahlah, SuHa... biarkan aku sendiri. Suasana hatiku saat ini benar-benar buruk!” tepisnya.
Membiarkanmu sendiri? No! Bisa-bisa YeoJin langsung dimangsa setelah aku pergi.
”Ayolah, NamJa. Jangan seperti ini. Sebenarnya, kau kesal pada siapa? Saudara kembarmu atau sahabatmu?”
NamJa menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya tanpa semangat.
”Aku tak tahu. Mungkin aku tak suka kakakku menyukai sahabatku. Mungkin..aku merasa takkan memilikinya lagi. Jika mereka berpacaran, kakakku hanya akan mementingkan YeoJin. Mungkin aku takkan ada lagi di hatinya, hanya secuil bagian yang tak penting. Mungkin.... aku hanya cemburu. Cemburu karena YeoJin begitu tulus dicintai kakakku.”
”Ya ampun, NamJa! Aku tak menyangka kamu ini brother complex?!” sahutku bercanda. NamJa menjawil lenganku dan tersenyum.
”Nah, kalau sudah tersenyum berarti sudah lebih lega, dong?! Kalau begitu, bagaimana kalau kita jalan-jalan?” tambahku.
”Eh, tapi...” tanpa menunggu kata-katanya lagi, aku segera menyeretnya pergi.


___ ___ ___


”Loh? Kita mau ngapain ke sini? Bukannya kita mau senang-senang, ya?” NamJa kebingungan.
”Ini juga bagian dari kesenangan! Kita kan harus mancing..,” jelasku sambil menyeretnya masuk ke toko Gawn&Dress.
Masih dengan wajah bingungnya, dia kembali bertanya, ”Mancing apa deh? Sejak kapan pergi mancing harus pake gaun atau dress?”
”Ssst! Udah, pilih aja yang kamu suka. Aku bayarin. Kita permak diri kita habisa-habisan, oke?!” jawabku seraya memilih-milih gaun yang terpampang.
”Aku masih nggak ngerti. Memang mancing apa, sih?!!”
”Mancing para pria.” jawabku pendek, sementara NamJa memutar bola matanya dan melengos malas.
”Tapi, kita kan bukan wanita kesepian! Aku juga nggak tertarik ’memancing pria’. Kesannya jadi seperti wanita gampangan...ugh!” protesnya.
That’s not my point, Lee NamJa! We just gonna do this for heal our heart. I hurt because of love, you hurt because of love. So, what our heart need is love. It’s just that simply.”
NamJa melongo, sejak kapan ada teori seperti itu? Hah!
”What?” tanyaku, karena dia menatapku dengan alis mengerut bingung.
”Pasti itu teori ngaco buatanmu lagi. Aku nggak ikutan deh. Lagipula, aku juga nggak kekurangan cinta kok!”
”Ya sudah, ya sudah! Terserah kamu deh mau niatnya gimana, tapi kamu tetap harus temani aku ke launching cabang baru kantorku sekarang. Oke?! Sekarang cepat pilih gaunmu!”  
___ ___ ___



          Suasana launching cabang baru berlangsung hikmat dan ramai. Konsep pestanya modern, elegan dan mewah. Hal ini cukup membuat NamJa terkagum-kagum. Tidak hanya itu, banyak juga orang-orang besar dan berpengaruh di Korea serta para artis yang turut menjadi undangan maupun yang meramaikan suasana pesta tengah petang tersebut.
”SuHa ya, sebenarnya ini perusahaan di bidang apa sih? Kenapa mewah sekali? Banyak artis dan pejabatnya lagi.” tanya NamJa.
”Perusahan Nyonya Park bergerak tidak hanya di bidang industri dan tekstil, tetapi juga kosmetik. Kau pernah dengar merk kosmetik Beauty? Itu adalah produk keluaran perusahan ini. Banyak artis ternama yang mengiklankan kosmetik tersebut.” jelasku.
”Wah, aku tahu merk itu! Kosmetik Beauty kan sangat mahal! Aku saja hanya sanggup membeli lipgloss-nya. Eh, lalu apa hubungannya dengan para pejabat?”
”Oh.. kalau hubungan dengan para pejabat terjalin dari bidang industri dan tekstil perusahaan ini.”
NamJa mengangguk paham. Lalu, kami pergi menuju meja minuman dan mengambil masing-masing segelas jus. Meski di meja minuman tersedia minuman-minuman beralkohol, tetapi aku dan NamJa tidak menyukai minuman beralkohol. Karena kami tidak suka perut kami ’menggendut’ karena minuman tersebut.
          Tiba-tiba terdengar riuh-rendah suara tepuk-tangan, tanda acara dimulai. Aku dan NamJa segera ke tengah-tengah ruangan, bergabung dengan yang lainnya. Kulihat sosok Nyonya Park dalam balutan gaun cokelat muda panjang Louis Viton-nya memasuki panggung. Ketika beliau telah sampai di podium, sinar lampu yang menyorotnya membuat kalung berlian Swarovsky yang tergantung di lehernya berkilau indah. Nyonya Park tersenyum, lalu memulai kata sambutannya. Beliau menjelaskan tentang cabang baru perusahaannya yang telah didirikan di Gwangju-do. Cabang perusahaan tersebut akan lebih banyak bergerak di bidang tekstil. Sasaran hasil produk dari cabang tersebut adalah anak muda, dan seterusnya. Nyonya Park juga menambahkan, cabang perusahaan tersebut akan dipegang langsung oleh anaknya, Park Yoochun. Hal ini membuatku kaget. Kalau Yoochun pindah ke Gwangju, bagaimana aku dapat membuatnya mengingatku? Oh, Tuhan..
”Terakhir, pesta ini juga saya adakan bersangkutan dengan kebahagiaan anak saya. Saya ingin membagi kebahagiaan ini kepada teman-teman semua, tak terkecuali teman-teman dari press.” beliau tersenyum sebentar, lalu melanjutkan kembali,” Saya ingin mengumumkan pertunangan anak saya, Park Yoochun, dengan anak dari relasi dekat saya, Yoona.”
Tepuk-tangan, gumaman-gumaman, dan tawa bahagia bercampur menjadi satu dalam ruangan itu. Dan aku dengan bodohnya berada di tengah-tengah orang-orang yang turut berbahagia tersebut, ikut bertepuk tangan.
”SuHa ya, kau tidak apa-apa?” aku merasakan gelombang kekhawatiran dari NamJa. Tapi, aku sekalipun tak menoleh menghadapnya. Aku juga tak tahu kenapa. Tanganku terus saja bertepuk-tangan dengan suara tepukan yang aneh.
”SuHa ya, hentikan! Ayo kita ke luar!” NamJa menarik tangan kananku dan menaruh gelas jus kami di meja. Tetapi, aku masih merasa seperti bertepuk-tangan. Dan setelah kusadari, oh, rupanya sedari tadi aku bukan bertepuk tangan. Itu adalah tangan kiriku yang terus-menerus memukul-mukul dada kiriku.
”SuHa ya, kau tidak apa-apa? Kau pucat.”
”...”
”Kim SuHa? Kita pulang saja, yuk!”
”Tidak bisa. Tidak mungkin. Tidak bisa. Ini pasti mimpi..ah, benar. Ini pasti hanya mimpi.”
”Aku akan menelpon rumah untuk minta dijemput.”
Entah mengapa, tenagaku seperti berangsur-angsur menghilang. Semua gelombang hitam yang selama ini selalu berputar di sekitarku kini menghilang juga, membuat hatiku tiba-tiba kosong. Di saat yang bersamaan, aku merasakan gelombang besar yang tak bisa kutahan dari dalam diriku. Seperti ombak besar yang tak menentu. Ingin kumuntahkan rasa itu, namun tak bisa...karena pikiranku tahu hal itu akan berubah menjadi rasa sakit yang tak dapat kutahan.
          Mungkin semua itu takkan benar-benar terjadi, jika sekarang aku memang sedang di alam mimpi. Ya, ini pasti mimpi. Nah, apa yang harus kulakukan agar aku dapat terbangun?


___ ___ ___
[second person’s pov]


”Halo? Ini siapa?” baru saja aku akan menelpon rumah, hp-ku lebih dulu berbunyi nyaring karena ada panggilan masuk dari nomor yang tak kukenal.
”NamJa ya, kau di mana?”
Rasanya aku kenal suara ini...
”Ini siapa ya?”
”Khun oppa. Kau di mana? Semua khawatir karena kau dan SuHa tiba-tiba menghilang tanpa pamit. Kalian di mana?”
”Ah! Oppa, sekalian jemput kami saja. Kami ada di...sebentar,” aku mencari petunjuk tentang tempat kami berada sekarang.
”Umm..aku tak yakin. Oppa, kau tahu perusahaan Park Corporation? Kami sedang ada di sana. Cepat, ya! Ada hal gawat yang terjadi. SuHa,—” aku mencari SuHa yang seharusnya berada di belakangku, namun dia tak ada. Mataku mancari sosoknya. Ketika kutemukan, aku nyaris mati di tempat. SuHa sudah berada di tengah-tengah jalan raya, seperti bersiap untuk mati.
”SUHA YA!! JANGAN LAKUKAN ITU!!” teriakku seraya berlari secepat yang kubisa ke arahnya.
”NamJa, ada apa?!” teriak Khun oppa dari telepon.
”Oppa, cepat datang! Sekarang!!!!” lalu, kuakhiri panggilan tersebut.
Segera setelah itu, aku berlari menerjang SuHa. Kami terguling hingga menabrak pembatas jalan. Dan aku merasakan tidak hanya high heels-ku yang rusak, tetapi juga pergelangan kakiku. Geezz..
”SuHa! Bego banget sih kamu!! Kalau mau mati jangan di depanku! Sana cari tempat yang jauh!” omelku. ”Kenapa nggak sekalian aja kamu gali kubur sendiri?!! Huh!”
Aku tak perlu jawabannya. Dia telah menangis dalam pelukanku.


          Tak berapa lama kemudian, TaekYeon oppa datang dan segera menghampiri SuHa.
”Oppa, cepat bawa SuHa pergi! Aku tak mau dia merusak kakiku lagi. Aku sudah cukup sial hari ini.” perintahku.
TaekYeon oppa melihatku bingung. Tapi, dia tetap membawa sahabatku itu pergi dan masuk ke dalam mobil. Sementara itu, aku baru menyadari kalau Khun oppa sedari tadi telah berdiri di sampingku.
”Ayo, pergi!” katanya.
Aku melepas high heels-ku pelan-pelan, lalu mengulurkan sepasang sepatu yang sudah rusak itu kepadanya. ”Oppa, tolong bawakan sepatuku.”
Khun oppa mengambilnya, lalu menyuruhku jalan. Aku berjalan dengan tertatih-tatih. Sial! Ternyata sakitnya melebihi perkiraanku.
”Kakimu kenapa?” dia bertanya padaku.
”keseleo mungkin. Yang jelas sih sakit.” jawabku, seolah-olah tak terlalu peduli.
”Tangan.”
”Untuk apa?”
”Mana tanganmu?”
Aku mengulurkan tangan kananku. Lalu, dia merangkulku—menaruh tangan kirinya di pinggangku dan menaruh tangan kananku di pundaknya.
”Ini akan lebih membantu.” katanya, tersenyum ke arahku.
Sejujurnya, aku tak begitu menyukainya karena dia terlalu cantik untuk seorang cowok. Namun, untuk hari ini saja aku takkan memedulikan hal itu. Untuk hari ini, karena aku sudah terlalu lelah.


___ ___ ___


At home...
[YoungHee’s pov]


          What a greatful day!! Sudah jatuh ketimpa tangga. Ditambah lagi, sempat-sempatnya sepatuku menginjak tahi anjing di depan rumah tetangga! Hhrrgghh...
”Uh?” aku bingung mendapati rumah sangat gelap. Segera kucuci sepatuku plus kakiku, lalu masuk ke dalam rumah. Agak susah mencari tombol untuk menyalakan lampu dalam gelap, tapi pasti setelah ketemu akan...loh? loh?? Kok, masih tetap mati??
”Kau sedang apa?”
Aku menoleh ke arah belakangku, dan kupikir aku baru saja melihat hantu!
”EOMMMAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!” teriakku. ”Eommphh!!” hantu itu menutup mulutku.
”YAH! Ini aku! JaeBum! Park JaeBum!!”
”O? Hefhum ofva?” ucapku di balik telapak tangannya.
JaeBum oppa melepaskan tangannya dari mulutku.
”Kau mengejutkanku, oppa! Kupikir tadi aku melihat hantu! Makin sial saja..,” gumamku.
”Kau yang mengagetkanku. Kupikir tadi kau itu maling, tahu!” balas JaeBum oppa. ”Sekarang mati lampu. Jang bersaudara dan YounHa sedang ke supermarket membeli lilin. Kita kehabisan lilin. Ini hanya tinggal satu dan sudah pendek. Yang lainnya sedang keluar, entah kemana.” jelasnya.
Aku mengangguk. ”Oke. Oppa, aku mandi dulu, ya! Aku pakai senter hp-ku.”
”Ah, airnya juga mati.”
What?!
Yes. Pakai saja air yang ada.”
”...”


Beberapa menit kemudian...


”Oppa, gawat!”
”Apa?”
”Air di kamar mandi cewek hanya tinggal sedasar bak mandi. Aku harus ke kamar mandi cowok.”
”Kenapa harus mandi sekarang, sih?”
”Tadi aku terkena cipratan genangan air.”
”Masih bisa mandi nanti.”
”Lalu, aku menginjak tahi anjing.”
”Cuci saja dulu di luar.”
”Aku tersiram air bunga. Aku sedang sial.”
”Pakai saja jaketku dulu. Nih!” JaeBum oppa melemparkan jaketnya padaku.
”Aku...aku...,”
”...”
”ChangMin memutuskanku.”


___ ___ ___


note: sorry if this chap. become a boring one, but..i'll improve it to be a better one soon..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS