8
Sudah sepuluh menit berlalu, namun suasana di ruang bersama masih sunyi. Semua begitu diamnya sampai merasa canggung. Aku sesekali melirik ke arah YeoJin yang masih menatap MyungSu ssi penuh amarah. Sementara di satu sisi, kakak keduanya hanya terduduk lesu.
”Ehem..” YoungHee berdeham, mencoba memecah kesunyian, dan semua mata tertuju padanya. Karena merasa tidak enak, dia lalu menundukkan kepalanya lagi.
Park MyungSu adalah kakak pertama YeoJin. Berumur 30 tahun dengan wajah yang seolah-olah menunjukkan bahwa umurnya sudah lebih tua dari umur sebenarnya. Dia bekerja sebagai entertainer di sebuah stasiun tv kecil daerah. Park MyungSu telah menikah dengan seorang wanita yang baik hati mau menerima lamarannya, Yoon Eun Hye unnie, meskipun sang wanitanya berumur empat tahun lebih muda. Pernikahan mereka sudah berlangsung selama..? Entahlah..berapa tahunan sepertinya, aku tak terlalu memerhatikan.
”YeoJinaa~...aigooohh..hik...cantik sekali..hik..bungaa~ oh, bungaaa~ hik!” MyungSu ssi mulai menari-nari tidak jelas dan menirukan bebek yang mau terbang.
”Oppa.” rahang YeoJin mengeras.
”Ya, Hyung. Berhentilah..,” JaeBum berusaha menenangkan MyungSu dengan menahan tangan kanannya.
”Eh, ada JaeBumiii! Hihihiii...haloha! hik. Ups, maksud saiiyaa, alouuhhaaa~! Hik. Ohoo...kuda! kuda berkaki empat dan menariii~ Hik. Nununu-huhuhuhuuu...wipii~! Jin ah.., ayo kita narii!” MyungSu ssi semakin menunjukkan tanda-tanda tidak waras.
PLAK!
YeoJin menampar belakang kepala MyungSu keras. Lalu, dia berlari masuk ke dalam kamar. Sedetik kemudian, JunHo menyusul YeoJin ke dalam kamar.
Setiap sebulan sekali, Park Myungsu selalu datang ke rumah ini dengan keadaan hangover. Jaebum oppa selalu mengatakan bahwa alasan mengapa kakak pertamanya begitu adalah karena masalah pekerjaan dan keluarganya. Myungsu ssi memiliki harga diri yang tinggi. Gaji pekerjaannya yang kecil membuatnya malu karena tak dapat menghidupi istrinya dengan baik. Meskipun begitu, Eun Hye unnie pernah mengatakan pada kami kalau hal seperti itu bukan masalah besar baginya, ”Aku menikahinya bukan karena uang atau hanya karena cinta. Aku menikahinya karena itu adalah dia.”
Memikirkan perkataan Eun Hye unnie membuat pikiranku kembali ke masa lalu. Ke masa di mana aku begitu percaya padanya sampai-sampai aku harus kehilangannya. Itu adalah waktu ketika aku tak memiliki lagi tempat untuk berpijak.
Setelah satu jam kami bergelut untuk menenangkan Myungsu ssi, akhirnya pria mabuk itu tertidur pulas di sofa. Kami menarik nafas lega. Aku dan Eun Hye membuatkan masing-masing orang teh hangat untuk mengembalikan energi yang terbuang dan agar semua bisa kembali rileks.
”Sudah berapa lama Junho-ku seperti itu?”
Aku terlonjak kaget, nyaris menjatuhkan nampan yang kupegang. ”Oh, Nam Ja! Kau mengagetkanku! Ouh...nyaris saja jantungku copot..,”
”Maaf. Aku tak bermaksud begitu.” Nam Ja lalu terdiam, terlihat merasa tidak enak denganku.
”Lalu, apa tadi yang mau kau tanyakan?” tanyaku.
”Sudah berapa lama Junho seperti itu?”
Aku manatapnya bingung. Tak mengerti maksudnya. Apa maksudnya ’seperti itu’?
Dia terlihat tidak sabar, lalu melanjutkan, ”Dengan Yeo Jin!” ujarnya cepat.
Oh, benar. Aku benar-benar lupa menceritakan yang satu itu padanya. Ketika aku baru saja akan menjelaskannya, Young Hee datang kepada kami dengan wajah sumringah dan pipi kemerahan.
”Tahu tidak? Aku baru saja melihatnya! Ah, tidak! Aku tak sengaja melihatnya!” Young Hee melompat-lompat kecil di tempat dengan antusias. Melihat itu, aku teringat dari mana dia datang tadi dan kemana dia pergi setelah Myungsu ssi tertidur. Firasatku mengatakan ini hal buruk.
”Tadi...,” Young Hee terlihat bersemangat, sedangkan Nam Ja semakin penasaran.
Mataku melebar, berusaha memberinya isyarat untuk tidak berbicara. Namun sepertinya dia tidak melihat isyarat dariku. Kini aku hanya bisa berdoa.
”Mereka berpelukan!!” Young Hee histeris, namun aku langsung membungkam mulutnya.
Sebelum Nam Ja sempat bertanya siapa, Jaebum oppa telah masuk ke dapur dan menanyakannya lebih dulu, ”Siapa yang berpelukan?”
___ ___ ___